Desa Bringinan, Ponorogo, Masuk 10 Besar Nasional, Komitmen Nyata Lindungi PMI, Barno: Optimis Lolos 5 Besar
BRINGINAN - PONOROGO, MJN - Desa Bringinan, Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi warganya yang bekerja di luar negeri.
Pada Jumat (13/6/2025), bertempat di Rumah Baca, Desa Bringinan menjalani sesi presentasi dan wawancara sebagai bagian dari proses penilaian 10 besar Lomba Desa Terbaik dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Tingkat Nasional.
Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui Zoom ini dihadiri oleh Sekretaris Dinas Ketenaga Kerjaan Ponorogo Wijayanto, Kepala Desa Bringinan Barno, bersama Babinkamtibmas, Babinsa, PKK, BPD, LPMD, Kader, Perangkat Desa, Perwakilan tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan Ketua BUMDes.
Tim penilai nasional mengupas tuntas sejauh mana desa ini melindungi para PMI - mulai dari keberangkatan, masa kerja, hingga saat mereka pulang ke tanah air.
Dalam paparannya, Barno menjelaskan bahwa Desa Bringinan sudah sejak lama menjadi “kantong PMI,” bahkan sejak tahun 1970-an.
Melihat dinamika yang berkembang, pada 2019, lahirlah Peraturan Desa (Perdes) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perlindungan PMI.
“Perdes ini tidak hanya mengatur pendataan dan pelayanan dokumen, tapi juga menjamin perlindungan hak-hak PMI dari perdagangan manusia, kerja paksa, hingga kekerasan,” jelas Barno.
Barno menyebut, ruang lingkup Perdes ini cukup luas, dari pelayanan informasi, pengaduan, akses komunikasi, pemberdayaan keluarga PMI, hingga rehabilitasi bagi purna PMI yang mengalami trauma. Bahkan, PMI asal Bringinan diwajibkan memberikan informasi lengkap tentang tempat kerja, kontrak, dan kondisi mereka di luar negeri kepada Pemdes dan keluarga.
Dari Pahlawan Devisa ke Penggerak Ekonomi Desa.
Barno, yang juga mantan PMI di Malaysia, menyadari betul pentingnya perlindungan dan pemberdayaan bagi pekerja migran.
“PMI bukan hanya pahlawan devisa, mereka juga pahlawan pengentas kemiskinan,” tegasnya.
Di bawah kepemimpinannya, Pemdes Bringinan tidak hanya fokus pada perlindungan hukum dan sosial, tapi juga pemberdayaan ekonomi.
Calon PMI dibekali pelatihan sebelum berangkat, dan saat pulang mereka dibantu mengelola penghasilan agar bisa membuka usaha dan tidak kembali bekerja ke luar negeri.
Hasilnya? Dalam satu dekade terakhir, angka keberangkatan PMI dari Desa Bringinan menurun drastis dari 341 orang (tahun 2012) menjadi hanya 71 orang. Banyak warga kini memilih merintis usaha sendiri di desa.
Perdes yang Menginspirasi Perda Kabupaten Ponorogo
Keberhasilan Desa Bringinan bahkan menjadi inspirasi lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perlindungan PMI.
Ini menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari desa kecil, asal ada tekad dan kerja sama yang kuat.
Ditambahkan Sarni, Ketua KOPI (Komunitas Pekerja Migran Indonesia) sekaligus mantan PMI, lahirnya Perdes ini melalui proses panjang dan didampingi oleh LSM Infest Yogyakarta.
“Kami belajar banyak: dari SOP perlindungan sampai penyusunan kebijakan. Ini bukan pekerjaan satu dua hari,” ungkapnya.
Tantangan dan Harapan ke Depan, tentu perjalanan ini tak selalu mulus. Dari resistensi awal, perubahan pola pikir warga, hingga persoalan sosial seperti perceraian yang seringkali terjadi tanpa sepengetahuan desa. Semua ini menjadi bagian dari dinamika yang terus diperbaiki melalui Perdes.
Namun satu hal yang pasti, komitmen Bringinan untuk melindungi warganya tak diragukan lagi.
“Saya pernah merasakan sendiri bagaimana pahitnya jadi PMI. Karena itu, saya ingin PMI dari desa ini lebih dihargai dan terlindungi. Saya tidak ingin kembali bekerja di Malaysia,” ungkap Barno dengan nada emosional.
Pada sesi closing, Barno menyampaikan yel yel,, Desa Bringinan Jegeg,, Ponorogo Hebat,, Gembok Katresnan Yess!!
Semoga langkah berani Desa Bringinan bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia untuk terus meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan bagi pekerja migran dan keluarganya. (nur/adv)
Posting Komentar